Saatnya
untuk menikah, kata-kata itulah yang kali ini terngiang-ngiang selalu
di pikirannya, memenuhi relung hatinya, dan merasuki berbagai macam
kegiatan yang ia lakukan.
Menikah, sebuah fitrah yang memang Allah
ciptakan untuk menjadikan ketenangan bagi manusia. Ialah yang merupakan
sebuah labuhan hati untuk jiwa-jiwa yang rindu akan kesucian cinta dan
hakikinya hubungan manusia dengan Tuhannya. Menikah bukan hanya sekedar
pemenuhan hawa nafsu atau keinginan untuk bersama antara dua insan saja,
tapi lebih kepada sebuah jalan bagi para pembangun peradaban.
Pernikahanlah yang menjadi sebuah titik tolak awal kebangkitan umat.
Pernikahan yang baik dan suci serta pendidikan keluarga yang tarbawi-lah
yang menjadi momentum yang akan membawa energi perubahan di masa
mendatang.
Menikah bukanlah hal yang sederhana namun pula tak
pantas untuk membuatnya menjadi kompleks yang akhirnya menghilangkan
makna keindahannya. Menikah akan mempertemukan dua manusia yang memiliki
karakteristik jiwa yang berbeda satu sama lainnya namun memiliki
ketertarikan yang tak mampu dijelaskan dengan kata-kata biasa, sekalipun
oleh para pujangga. Ia seolah seperti sebuah energi yang tersimpan kuat
di dalam dada setiap manusia, terkadang tenang, terkadang bergolak, dan
akhirnya ingin bertemu pada muara yang sama.
Sebuah jiwa yang
telah resah di hari-harinya seolah seluruh dunianya telah berubah karena
ia seperti kehilangan separuh hatinya. Sebenarnya bukan kehilangan
tepatnya, namun ia hanya belum menemukan. Puisi-puisi, syair-syair,
bahkan nasihat dari para bijak bestari pun tak lagi memiliki arti bagi
para jiwa yang sudah tak kuasa ‘tuk segera menggenapkan diri.
“Lalu, apa? Apa yang sebaiknya aku lakukan?”
Rasulullah
saw pernah bersabda, “Tak ada yang bisa dilihat lebih indah dari
orang-orang yang SALING MENCINTAI seperti halnya PERNIKAHAN” (HR. Al
Hakim).
Cinta antara dua manusia, antara dua jiwa yang berbeda
namun entah mengapa tiba-tiba mereka memiliki frekuensi yang sama, harus
bermuara dalam pernikahan. Tidak bisa tidak, tak ada lagi tawaran lain
selain pernikahan. Hubungan-hubungan palsu duniawi yang lemah tidak akan
pernah mampu menggantikan ajeg dan kokohnya tali cinta dalam
pernikahan.
Sekali lagi, mari ingatlah, pernikahan bukanlah hal
yang mudah namun tidak pantas pula untuk mempersulitnya. Banyak yang
ragu dan enggan untuk memulai. Bisa disebabkan karena kondisi keuangan,
kondisi pribadi, hingga kondisi keluarga. Seorang pemuda yang telah
jatuh hati pada wanita idamannya hanya akan memiliki dua pilihan,
meminang wanita itu hingga akhirnya menikah, atau izinkan laki-laki
shalih
lainnya untuk meminangnya. Dia tak bisa memberikan
janji-janji pemenuh kebutaan syahwat yang pada akhirnya hanya akan
menyakiti kedua belah pihak, entah akhirnya mereka benar-benar menikah
atau tidak.
Setelah meminang, hanya akan keluar dua kalimat indah
yang telah diajarkan oleh manusia paling mulia, Rasulullah saw. Katakan,
“Alhamdulillah” jika engkau diterima, dan gelorakan, “Allahu Akbar”
jika pinanganmu ditolaknya, sederhana. Sederhana pada pelaksanaannya
namun hati, hati adalah rongga yang begitu dalam dan memiliki detak dan
debar yang tidak sederhana. Maka di sinilah diuji keimanan manusia,
apakah ia ridha dengan keputusan Tuhannya, Tuhan yang telah membuat ia
dari saat sebelumnya ia bukan apa-apa, Tuhan yang telah memberikan
nikmat yang sama sekali tidak mampu terhitung jumlahnya, dan tentu saja
Tuhan yang telah menyematkan cinta yang begitu indah di dalam hatinya,
atau ia merasa kecewa, tidak ikhlas, hingga akhirnya gerutu dan umpatan
keluar dari lidah dan lisannya.
Sungguh kawan, cinta dua insan
tidaklah mampu disembunyikan. Layaknya Abdullah bin Abu Bakar dan
istrinya Atikah. Kenikmatan dan indahnya cinta yang akhirnya mereka
rasakan dalam pernikahan membuat Abdullah lalai akan mengingat Tuhannya,
bahkan hingga syuruq pun belum terlihat batang hidungnya di antara para
jamaah shalat subuh. Maka, Abu Bakar, ayahnya, meminta untuk
menceraikan istrinya. Perasaan apa yang ada di hatinya? Wanita yang
begitu ia cintai, yang akhirnya ia dapatkan dengan cara halal dan suci
harus ia lepaskan begitu saja! Siapa?! Siapa?! Siapa yang tidak akan
menangis begitu dalam ketika harus menerima kenyataan ini. Siapa yang
tidak akan menggubah syair yang memilukan jika harus menghadapi ini?
Tetapi, perintah orang tua-lah yang ia utamakan, karena ia tahu ridha
Allah berada pada ridha orang tua dan murka Allah berada pada murka
orang tua.
Hari-hari kedua insan itu hanya dilalui seolah dua
orang pesakitan yang tidak lagi memiliki harapan hidup, karena sebagian
jiwa mereka hilang dan tidak mampu tergantikan kecuali kembali
digenapkan. Akhirnya, Allah mengizinkan untuk mereka berkumpul kembali
dalam siraman ridha Illahi.
Kawan, pernikahan membutuhkan
persiapan. Ada dua hal mendasar yang memiliki batas yang hampir-hampir
saling bersinggungan satu dengan yang lainnya, yaitu antara menyegerakan
dan tergesa-gesa. Rasulullah saw bersabda, “
Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu ba`ah
, maka hendaklah ia menikah, karena pernikahan lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan farji…“(HR. Bukhari dan Muslim).
Apakah
itu ba’ah wahai saudaraku? Ibnu Qayyim al-Jauziy berkata bahwa ba’ah
adalah kemampuan biologis untuk berjima’. Namun, beberapa ulama ada yang
menambahkan bahwa ba’ah adalah mahar (mas kawin), nafkah, juga
penyediaan tempat tinggal. Kita tak mampu menutup mata dari berbagai
kebutuhan yang harus terpenuhi ketika dua insan telah menyatu di dalam
pernikahan.
Ada beberapa hal penting yang harus dipersiapkan
menuju pernikahan. Sebuah bekal yang akan mempermudah dua insan untuk
berjalan di jalur yang sama dalam pernikahan.
1. Persiapan ruhiyah
Saat
pernikahan hanyalah memiliki satu niat, untuk semakin mendekatkan diri
pada Tuhannya, sehingga Allah akan berkenan untuk meridhainya. Niat
paling murni dan penuh keikhlasan dari seorang hamba. Dengan niat yang
lurus ini seseorang akan yakin dan percaya bahwa Allah hanya akan
memberikan yang terbaik untuknya, yang terbaik, yang terbaik, sekali
lagi, yang terbaik. Tidak ada pilihan lainnya. Tentu saja hal ini tidak
akan datang begitu saja, melainkan melalui proses perbaikan diri,
perbaikan kualitas ibadah, dan pemurnian hati.
2. Persiapan ilmu
Saat
dua paradigma berpikir disatukan, maka ia akan menemui benturan dan adu
argumen antara keduanya. Persiapan ilmu dibutuhkan untuk mempersiapkan
dan menyelaraskan perbedaan pandangan yang akan ditemukan ketika dua
insan telah berada pada bahtera yang sama. Tanpa persiapan ilmu yang
cukup, yang ada hanya pertengkaran dan tidak adanya pengertian antara
yang satu dengan yang lainnya.
3. Persiapan fisik
Adalah
cinta membutuhkan energi untuk hidup dan tetap menyala, maka seperti
itulah yang dibutuhkan dalam kehidupan rumah tangga. Adalah bodoh ketika
seorang suami hanya memberikan cinta tanpa menafkahi istri dan
anak-anaknya. Cinta bukanlah khayalan dan fatamorgana, namun cinta
adalah kenyataan yang dihadapi di depan mata. Fisik keduanya harus kuat,
baik untuk membangun cinta juga untuk membangun keluarga. Hingga
akhirnya cinta akan tetap hidup dalam bahtera keduanya.
4. Mengenal calon pasangan
Kenali
ia dengan bertanya kepada keluarga atau orang yang shalih dan dapat
dipercaya. Berjalan dengan mata tertutup adalah kebodohan yang nyata
yang akan membawa mudharat baginya. Maka, lihat dan kenalilah calon
pasanganmu dan berdoalah agar Allah memberikan yang terbaik untukmu.
Satu hal yang perlu diingat kawan! Mengenal pasangan bukanlah dengan
engkau berjalan berdua dengannya memadu cinta kasih yang sama sekali
Allah haramkan hubungannya. Sama sekali tidak! Dengan itu kau hanya
belajar menjadi kekasih yang baik, bukan istri/suami yang baik.
Percayalah, pernikahan tak sama dengan hubungan semu yang sedang kau
jalin bersamanya. Saat kau menikah tetap akan ada hal-hal baru yang sama
sekali tidak kau ketahui dan itu jauh berbeda. Jika hasilnya sama,
mengapa memilih jalan yang penuh duri dan sama sekali tidak mengandung
ridha-Nya?
5. Lurusnya niat
Meskipun telah disinggung pada
poin pertama, namun lurusnya niat bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Ia
harus terhindar dari riya’ dan sum’ah, dari dengki dan iri, dan dari
berbagai sifat yang merusak hati serta merusak hubungan dengan Tuhannya.
Karena segala sesuatu berawal dan berakhir dari niatnya.
Cinta
bukanlah satu hal pasif yang tidak membutuhkan energi dan pengorbanan
untuk meraihnya namun ia adalah energi yang membutuhkan kerja keras dan
berbagai pengorbanan, membutuhkan keikhlasan dan jernihnya hati, dan
membutuhkan penyerahan diri pada pemilik cinta yang hakiki.
Biarlah
cintamu tumbuh berkembang, akarnya menghujam bumi, daunnya berdesir
mengikuti alunan angin, dan buahnya manis, serta bunganya indah merona,
karena kau serahkan segalanya kepada Allah, Tuhan yang menciptakan cinta
itu sendiri.
2012
pancasila
( 1 )
'' ketuhanan yang maha esa "
esa maha yang ketuhanan
berbeda satu jua dalam darah_
perumpamaan yang bergerigi di cakar garuda
memindahkan ragam budaya yang menukik
dari pelepah rituaal sejarah
yang melagukan dzikir ketuhanan
di cantik negerimu
( 2 )
" kemanusiaan yang adil dan beradab "
petani-pemulung-oengemis-anak tembakau-
anak kemarau-nelayan-pengamen-
selalu disendawakan dalam darah mereka
keadilan yang tertunda didenyut wajah mentari
yang setiap hari berteman duka dan sendu hujan
di selembar rakaat batu ke batu
pepadi ke surau cecangkul
kembang tembakau ke asap sebatang rokok
ikanikan yang mendendangkan siluet gelombang
ke sunyi jala yng menunggu setianya
( 3 )
" persatuan indonesia "
dalam cucuran bahasa keringat ini
kubentang dari
sasak ke negeri hutan
yang luasnya di gembalai kambing dan lembu
yang samuderanya bersatu dalam remas malam
bercampur satu jadi pemersatu
agama dan bahsa yang di telanjangi
budi pekerti
kutuntaskan dalam persatuan bangsa dan
tubuh manusiawi
dalam undangundang ibu pertiwi
( 4 )
" kerakyatan yang dipimpin oleh himat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan "
bijak permusyawaratan di dahan musim panas
masih di ola jadi kenikmatan batin sepi
dengan aroma rakyat yang menjelata dan
gembur keadilan di tangantangan raja maha patih
di singgasana yang terbuat dari emas-mutiara
wahai pemimpin yang berdiri di atas kenangan awan
dan sesepuh dari huluhalang negeri tanpa di ijabi
berdirilah dari jembatan suramadu-seberangilah
lalu lihatlah kapal yang berlalu lalang dengan
kacamata yang bermusim di hamparan gegedung
yang menjulang tinggi-setinggi merah putihmu
( 5 )
" keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia "
dari sabang ke merauke, bersendu
di bilik cerobong lalu ke bilik bebukit
depan rakaat pepantai, desir alunan nelayan
yang sedang bertengger di hulu ombak
seluruh rakyat telah meratapi deritamu
yang tak kiunjung diusaika,
kau harus belajar lagi menekuni aliran doaku
yang selalu terucap dikala jahitan benderamu
mulai layu dilagukan zaman
selalu saja angkuh-selalu saja melelpuh
sampai detik kematian keadilan di suramkan.
merdeka....
pancasila
ku kenang kau saat aku terjaga
dari deritamu yang semakin carutmarut
di gelandangi burung manyar
yang terbang bersama garudamu
menyingsingkan benderaku di lapis asin lautmu
kemayoran-jakarta, 2011
senggamai telaga to pote
" sesepuhku '
menapaki bukit terjalmu
jalannya menikung di pergelangan embun
yang semalam membanjiri puting rerumput
ke utara :
anakanak dengan mata tetanah tandus
masih sembunyikan tali pusaranya
menggantung di keluh puncak ranum senyummu
mengulas reot gubuk di amperan sawah
dekat surau waktu dulu aku mulai mengeja
alif ke ya' ku-menggarami nasi ulek
memasak batu jadi abu kapur, buat hadiah
pagi ke geliat sore istirahatmu
masih saja ku kafani sendu
kandang lembu dekat sumur berair tawar salju
ku hafalkan jalan desaunya
" mak, tungkumu bernanah api_"
asapnya sampai ke lelembah kotaku
yang di elokkan empedu, dalam
manis seikat sayur mayur yang
kita tanam di endapan kulintang sunyi "
senggamai telaga
to pote
tumbukan gigil dalamdalam
mengganti musim ke rupa pelepah nyiur
getarnya sampai ke
ngarai
campuran madu dengan tinta cinta
dari sebilah keris cerita sangkuriang
memunguti doamu di jalan
terdengar serapahmu memanjati gunung
ke barat daya mengenang jus demi jus
kalam demi sabda dari derasnya aliran sungai
yang ku tangkup di gelas air mataku menebar
bunga rampai
" fajarmu rindang '
saat sang petapa rindu mengilukan ajalnya
di teras pepatahmu mengguyurkan artefaknya
beralas tikar pandan, anyamannya
di lelembah ini,
to potemu ku anugerahi restu lelangit
di lipatan terakhir baju hujan
yang tetesnya lumpuh di dermaga doaku
sempat aku tanyakan lagi,
apakah senggama ini menghamilimu ?
sampai talagmu beranak pelangi di tubuh nenek moyangku
pangarangan sumenep- jakarta, 2011
catatan
-to pote : nama sebuah kecamtan di madura tepatnya di kabupaten sumenep, indah dengan panorama alamnya
budaya,filosofis, juga penghasil batu putih hasil fermentasi batu yang di panaskan.
ngarai : tempat persembunyian angin di sela sela senja dan dedaun
Tujuh tahun kita merangkai mimpi di altar yas'a
untuk ; alumni santri mathali'ul anwar
sabdamu wahai bapak kiai__,
menceritakan sejarah duka
dari pelarian pohon jambu
yang kita tanam
di halaman alismu yang melukis sepi.
esok, ajarkan pada kami
tentang mengulas sajak sajadahmu
di cela senyummu pada keranda kereta kitab kuning
di akhir teluk batu ampar kota sumenep
syahdan, doaku dan doa kami
bukan sebait nyanyian hujan
tapi pesona lautmu yang berdebur
dengan resah gelombang
di tiukungan
pangarangan ke kampung arab
depan lampu merah
sebelah barat warung nasi
yang setiap hari kuhabiskan duduk
dengan patah rerantingmu di sudut
piring berkebuli gerimis
kalamuna lafdumu, wahai pengasuhku
adalah tangisan kami dari rakaat ke rakaat
di ujung kelokan yang kau buat
dari wangi kemangi
yang kami beli dari rahim kitab suci
kami akan merindukan langkahmu
dari senin ke minggu
dari minggu lahirlah ceruk
yah, benar ceruk yang mengantarkanmu
ke sudut gang sempit nomer empat
dari buku harianku ke cemas mathari
hari ini, tasbihmu berputar
mengikuti arah jus yang kami baca
dari tulisanmu yang berpagutan
bersama reruntuhan sunyi
ku dengungkan di tempat kamu-kami
menyulut doa dari sendu lagu
burdadan shoalat dhuha dan hajatku
yang menitikkan air mata putih
yang mengalir dari arah angin
dan coretanmu ke dinding almamaterku
yang berceruk desah laut
kini dan selanjutnya-kawan,
putaran air wuduk ini
akankah kau jadikan emas
atau cuma jatuhnya dingin salju
dari puting air susumu
yang berdusta pada lelangit
jangan kecewakan sabdanya
agar jiwamu yang mengemas cerita hidup
bertahan, sampai gunung
tak lagi berteman pelangi
demi merahasiakn warnanya
ke liukan tadarusmu
sampai ke akhir sajak ini
tujuh tahun kita merangkai senja
di altar yas'a
bukan waktu yang singkat
untuk meringkas cerita
namun, derai air mata
atau tulisan tanda tanganmu
di dekat muara karang
selalu kurindukan,
dari ujung timur
kalianget
ke barat l
enteng
ke utara
batang-batang
atau ke selatan
pagar batu
lagumu masih ku hafalkan
meski harus mengeringkan bajuku
yang basah karena air mata
tapi, kami paham
perpisahan ini bukan selusin deritaku
dan resah tanganku
untuk merangkulmu dari perahu mimpi
namun, layarmu ,masih ku gelar
sampai angin membawamu kle pelabuhan
paling terdalam di laut
salopeng
atau cemara udang di singgasana
legung-mu
disini dan entah dimana
kau berada kawan,
jangan cemaskan aku
karena di akhir sajak ini
sakit tak lagi bisa ku rasakan
yang ada hanya putih rindu
dan genangan masa lalu, yang katamu
tak akan pernah usang di debur gelombang
atau di ulas waktu
tapi aku juga kami, bapak kiai..
akan menciumi halus tanganmu
sampai kami mabuk dengan arak fatehamu
yang ku beli dari sejuta mimpi yang kami
punya
doakan kami,
agar langkah kaki ini
tak lelah mengingat bismillahmu
tanpa jenuh,
rindu,
ingin,
madura-jakarta-bekasi 2012
Rakaat es cendol
lidahku bergetar, mengecap
rasa yang tak berhenti sebelum
manis arenmu menetas menyeka dahaga
santan yang kental
seperti hujan di malam hari
bercampur aroma daun pandan sujimu
kesumat menghela keringat yang deru
potongan nangka itu terlentang
mengawini ketan tape hitam
berlarian mencari tujuan
bersama dingin batu es musim panas
gelak tawa telah usai,
sehabis berbuka di tanah kereta
yang megribnya tak habis di makan usia
sebelum senyum itu berpadu
mengundi pahala bulan ramadhan
yang pahalanya memanjang
di antara dahaga dan lapar
karena hanya dirimu
dalam rakaat es cendol
aku tahu batapa nikmat itu
begitu dekat dengan cahya ilahi
bekasi, 1 syawal 1433 H
jangan kau tanya, kenapa aku menangis di hadapanmu
jangan kau tanya,
kenapa aku menangis di hadapanmu
karena senja yang lahir dari matamu
bertahajud memandikan kelukaan
; saat hari pertama kita saling mengenal
di atas rembulan yang berpalung
melebur asmara
ayatayat tentang pagi
kau tumbuhkan jadi hikayat
berlebun menyumpahi getah dingin
yang sebentar lagi memburu biru awan
jangan kau tanya,
kenapa aku menangis di hadapanmu
berapa jarak aku berlari
mencari jejak ilustrasimu di kaca
dan dedaun yang jatuh mengeringi tetanah
sebab, akulah perih
yang aakan terlempar jauh
ke sudut air matamu yang sejak
kemarin tumpah menyeruak
di balik matamu yang
molka'
jangan kau tanya, atau sekali
kau tanyakan tentang tangisanku di hadapanmu
karena aku tak mau
bulan yang sedang mengerami tubuhmu
tumbuh menjadi kelukaanku yang
menjelma kanvas babatu di bibirmu
bekasi, 2012
: yang ku sebut cinta
-berceritalah, meski tujuh lapis air matamu tumpah menjadi embun
seperti hari sebelumnya
dimana tetanah yang basah oleh keringatmu
di tumbuhi laut dan sejenis lokan dari negeri tanpa nama
yang ku sebut cinta,
datanglah. beri aku reruntuhan
sebut aku dalam doamu
karena hanya dalam doamu aku termangu memandikan malam yang remuk jadi salju
yang ku sebut cinta
adalah kau yang bernama angin yang lahir dari keping keping jantungku
bekasi, 18-08-2012
selesai sudah, tarian hujan bulan april
saat senja meminum arak matamu
sebagai jumpa kita
di jemari angin
lalu runtuhan sore itu
bukanlah perpisahan
yang ku ulur di tepian taman
dengan kidungkidung kesepian
yang merumput di tiang alismu
bekasi, 12
Menjumpaimu dari ulur senja
gadis madura dengan mata kasturi
andangandang pulau tua
berjarak antara hujan dan terik
berhublum antara kicau jalak terbangkala sore jelang
tak lama
senyummu mengubur rindu
di ketiak malam di karang batuan
saat ombalombak jadi alastu
saat arusarus jadi restu
tentang keberangkatan angin
menyusul almanak laut
berkentut dalam kelamin
perempuanku
dengan tangan gemetar menjulur
membungkus dermaga
membujur, sendu menyeruap ke batang pohon musim yang
kering di culik keterbatasan mimpi
datanglah, panenlah bibirmu ke bibirku
agar esok rintihan di jalan itu bergemuruh menunjuk pesisir menjadi kereta terakhir
rindu menyampaikan suluh
; katakatamu di gelas kopi hangat
campuran pagi
membekas menyulut kendi nafsuku
seumpama tali di tiangtiang perahu layar
yang tak gempar di tembusi badai dan topan
menjumpaimu dari rahim senja
gadis madura dengan senyum luka
sesayat birahiku runtuh
saat ciuman bibirmu menyampaikan
seribu warna pelangi di bibirku
madura, 2005
keluh yang bernama pujian, sering teringar di antara
senyum manis sekuntum gigimu di halaman rumah garam
menyeka garam jadi hidup
menyulut tembakau jadi cerutu surga
menyukuh asin laut menjadi sembahyang hujan. kitabkitab batu di matamu
menjadi ladang wangi pepadi dan sumur ladang tembikar angin,
berpuluh burung kojuk ihtilam dalam kekarang
namanama tahun menyerupai arau, beberapa kali ombak menampar wajahmu sejauh langit melumpuhu harakat
lajar pajangan. sejauh pesisir di hempaskan gelombang ke timuer tanggal ganjil
ke barat petir menggigil
atau sebuah kata yang lahir perlahan di anjungan takat jala dan mata pancing sekedarnya
yang subuh menginap dalam
taruh kedinginan
jangan lupa saat pulang dahulu; menjemput huruf lelah ke hulu. merapal jam ke taman temu lalu
tempat umur bergemuruh membaca kisah para pendahulu
hujan anak garam
bermainlah tempatmu di pantai, pulang ke rumah sampan berlari menuju doa pujian
di antara rangkakan kumangkumang dan panitan yang
sedang menguatkan pujian ke tanah garam dan tembakau
asin
wangi
sunyi
hilang dan
mati suri
sumenep, 2010
yang bulat putih adalah
senja nafas di teras rumah doa
sebiji airmata bertalung mengencingi almanak biru langit, tetap
tak berdegup nafas pitik yang menetas dari tubuhmu. hingga di atas wajan
dadarmu menjadi kisah para petuah, mengeramkan segala perihal rindu kepada utuh usia
sore hari kokok ayam kampung di atas pohon kanduru sembahyangi dunia.
seakan merajut kecapi api di atas rumbia yang tersedia
melahap genangan celurit
kesunyian di pintu dan gerhana sore hari
pasarpasar penuh dengan dirimu
dengan harga tawar murah seuntai mutiara, terkadang hidup lebih sulit
dari sejengkal kuning yang berlipat ganda pahala
menghidupkan induk yang mengeram dan menjadi surga
atas nama hidup
kau ulurkan tubuhku menjadi bahan lauk di altar restoran dan keramaian kota tempat
hijab para pengembala dosa dan sisa riwayat
anak jalanan atas namamu aku berjalan mencari matahari di ujung namamu
seribu peristiwa telah kau sampaian, saat penetasan pertama
anakanakmu menjadi sejarah.
kau tak tahu berapa jumlah kutukan yang sudah terlahir dari rahimmu
yang bulat putih adalah
hujan malam hari di teras rumahku sedekat musim di ulur ke utara
menunjuk sebuah altar di paras petaranganmu
yang ku bulatkan hingga akhir ceritamu selesai di uraikan;
sepanjang perjalanan ke dunia hanya dalam nafasmu.
betapa aku tak mampu menghitung jutaan cahayamu
yang bertunas seperti rumah doa di belakang rumah
tempat kokok indukmu mendermagakan kapal
dan teratai ke tanah siwalan
padi dan jagung membekah pedang pagi hari
yang ku hisap dari takbir lupa diri
yang bulat putih tetaplah kau disini dan disana
bernama telur ayam bukan ayam telur dalam buku rempah dan sembako taman sajadah
2012
; jawa
berkunjung ke kotamu
tanahtanah dengan hujan subur
ladangmu tak pernah kering
dengan dedaun sayur dan palawija
ada sayur lodeh
yang akan bercerita tentang tubuhmu
1/
dengan menyebutmu
nangka muda
campuran kacang panjang terpotong dengan
terong buah
ada yang terselip di antara kental santan
melinjo yang berdaun dan berbiji
mengembara ke dalam
risalah takbiratul ikhram
cintaku kepadamu
lembarlembar daun salam
lengkuas yang di memarkan
menjadi ritual sederhana
sambil menukar senyum istimewa antara
aku dan kau yang bertahayul
di jeram tempe semangit
garam dari tanah garam
gula dari ladang tebu kota cirebon
terakhir dari peristiwa
bumbu halus yang terhunus
cabai merah pedas menunggu leleh keringat
siung bawang merah
dan aroma terasi
hingga akhirnya
sangraian dari teh ketumbar
bertahajud
di tubuh cincangan kencur ala kadarnya
tinggal mentalufsiakan api di atas rentangan panci
hingga matang sempurna dalam jiwa
teraduk
; begitulah ritual lodehmu
yang sampai kini
menjadi kenangan
yang diturunkan nenek moyangku
masa silam kala
sampai tutup usia
sampai tukar senyum itu
menjadi perpisahan antara aku dan kau
yang ku tulis
di subur tanahmu yang memanjang di mataku
bekasi, 2012
mentimun: hanya saja, panenmu lekang
dari ladang yang subur
kacang panjang segar
terbujur terpotong
yang sedang diam
menunggu perkumpulan
berikhwal bersama taoge
bersendawa di retas piring
terung bulat yang lebih pasrah teriris
menikahi kol
dengan sengatan
khas kencur mencukur
liur dalam jalan linang
yan tak terbatas
aroma sambal kacang
terguyur simponi tentang jiwa
yang berpastu dalam
kuncup lidah rasa
sampai desahan itu
adalah bagian ceritamu
yang terkisah di jumpa kita
saat aku datang ke tanah sundamu
memandang wajahmu dari fateha kredokmu
yang selalu kunikmati
saat syukur itu
melebur dalam tarian ilahi robbi
Lontong sayur
yang terbungkus pelepah pisang
terpotong dadu
rembulan menjelang
mengisahkan santan dan
pandan yang terguyur
seperti bandang
ada irisan pepaya muda
campuran deru
kacang panjang palawija
begitulah nikmat
yang paling istimewa
sambil menghitung arah
keringat dan desau rasa
kau begitu ku kenal
saat aku tiba ditanah betawi
membuka jendela ke ruang nasib
menyuluhmu
dari batang kemarau
pedas manis kecap di lidah
saat perkenalan pertama
aku begiti jatuh cinta
lontong sayur apa namanya
dari benih padi dan akar kelapa
yang bertasbih dalam balutan syukur
bertabur anugerah
membasuh keluh dan dahaga
lontong sayur
namamu
tak kulupa dalam doa dan tafakur
bekasi.2012
sedekat inikah aku
sebab malam terlanjur waras
mengiamatkan sendu rintik pintu
di kepala hujan
ikanikan menyusun rembulan
di pantai
mengulang detik
sebelum hujan benar datang
gerhana tak nampak
janurjanur nyiur menyimpan buih cahaya
harkat dedaun tumbuh di halaman
beberapa jangkrik
sedang mentalung jantung rumput ke tetanah
dendang malam
di tubuh hujan
melingkar di jalan dan tiang nelayan
sebelum rukyah tabur jala dan kail
bersenyawa membuntingi ikan dan tiram
khotbah angin tetap setia
melamar jejak embun tak setua kemarin
" bainallaili "
ada sunyi
lewat depan kamarku
bau nemor
telaga saji
tentangmu di dermaga
perjumpaan luka dan nanah
juga tembang hujan bunuh diri
diantara putih
dan salji
wa baradi
madura 2012
Sajak sebatang rokok
ataukah memang tetap begini
seperti yang tumbuh di ladang
para petani tembakau di madura
digiling keperaduan diiris tipis
melumpuhi gejolak tubuhku terpanggang
pabrikpabrik didalam kota bersorai
ramai, kedatanganku membuat senyum karyawan
tangannya bergetar memasungku ditimangtimang
aku beradu nasib dengan setubruk cengkeh
yang sedang jatuh cinta padaku
; asapku cerutu campur deru
paruparu jadi busuk
katanya akulah penenangmu-penyakitmu
seribu nyawa dalam setahun melayang kubunuh
namun aku hanya dedaun kering
yang menunggu diasingkan dan
dibiarkan hancur melebur
aku tak tahu jalan pulang
ke tanah yang membesarkanku di madura
tempat suburku menunggu pematang matahari
yang sibuk berlomba menciumi tubuhku
tapi sekarang aku dibakar pelanpelan
terlentang di jalan dan gang
tong sampah, got kontrakan dan mall
penuh potongan tubuhku
meneruskan riwayat
seperti mati suri tak hidup lagi
aku hanya sebatang rokok
dari wangi tembakau olahan nenek moyang dulu kala
sampai sekarang
menyeduh musim dalam kehidupan
memberi hidup dalam kemiskinan
karena aku hanya dedaun tanpa batang perlawanan
menangisi nasib sampai ujug kiamat mendatang
dan menjulang di antara keluh dokter
dan ahli kesehatan
yang tak habis membenciku
sampai kematian itu adalah undangan istimewa
aku hanya sebatang rokok
dari sekumpulan barang mati yang terbuang
yang tak tahu tentang diriku
dan jalan hidup untuk pulang kembali
keperaduan tanah kerapan
madura, 2012
jejak itu, melepas aksara
dibalik pintupintu langit sebelum tahiyat malam
curam tajam matamu
begitu lusuh mencari geletar waktu
; dan kau-aku
tetap menunggu sepasang bintang kawin lari
menyebut senja
sebagai rumah pulang kembali
untuk itu
dan kesekian kalinya
jemarimu menelan fateha
dari pembacaan sekuntum
gerhana yang mati suri dimatamu
obituari pertemuan
dibawah pohon jambu
sebelum panen
deras menunda kesunyian deru embun
jejak itu, sungai yang tak pernah kering dari bibirmu
jalan membujur kaku bisu
berderai menyeret potongan ayat tempat
nyala lampu dan sketsa kebisuan
teh di atas meja
berubah putih salju api
kau tertawa renyah pecahkan kaca dan sebatang pohon pepaya buah delima
tetaplah disini
judul musim tak akan berganti
karena setiap pagi itu berkumandang
aku berguru pada kokok ayam
karena itulah rukun
dari perceraian kita malam itu
syof syof semut didinding
begitu lupa dengan tuhannya
kata sudah layu menyerupai lubang hujan diteras rumah
kunangkunang tahajudi batu
batu dari kisah tujuan kereta stasiun pertama
kau turun didekat tubuhku
ihtilam
menyelam disamudera
saat gerhana itu tersenyum manyuntuk
lelehan embun yang sedang mengaji idgom cinta
tadarus airmata
bekasi, 2012