Sebab Akulah Jangkrik
kupanggil namamu dengan
peluhpeluh yang bertunas
dari keningmu ,Alia
sebab
akulah jangkrik di perbatasan
tanah ,saat kau sebut aku
sebagai ramayana mencari dewi angin
malam yang intan ,
rembulan ihtilami kelaminku
terasa denyutnya sampai deras sungai
mengalir melahapi sisa khuldi dadamu ,
menggelar perkawinan bibir kita
tumpah di lebuni air mata
kupungut kau ,Alia
tubuhmu berpunuk dari jiwa
terpaksa ku ampar depan teras rumah
saat hujan datang melata tanpa deru
dan dingin berbisa
kupanggil namamu ,Alia
dengan cerukceruk cahaya
saat mati rasaku mengulas sedekah
gelombang ke dermaga kapal_
kau layarkan.
kau bisukan.
semua sembahyangku di pahamu
sampai lelah terpaksa kusimpan
di lemari es dan sandal jepit
yang bertengger depan pintu_
depan pintu-alastu-hiftu-belenggu
suratsurat darimu ku tunu
dalam televisi dan meja ruang tamu
aku menunggu senja
bukan karena kau masih menangis
tapi aku tahu kaulah perempuan
dalam sarungku semalam ,
memilin peju biru dan sebaris
puisi di belakang telingaku
Alia ,kupanggil namamu
sebagai arwah ulang tahun matahari
yang memanggang akar tubuhku ke tubuhmu
jika sampai waktunya
aku ingin kau melahirkan anakanakku
di perbatasan sunyi bulan januari
bekasi ,2012
Di kamar ,tempat gambar angin
dan segelas air mata menyeduh luka mani biru
Dinding matamu .adinda
melupa tentang iftitah usang
di lipatan terakhir lalu masa angin
kau tumpahkan warna bintang
saat putaran dingin malam
mencampur keringat kita
di segelas air mata
sambil menyeduh luka mani biru
bulu alismu.adinda
tempat gambar angin
berlepasan mengukur derai rindu
di waktu lekat tubuhmu ,
lidahku kau potong serupa
wortel dilancip pisau dapur
aku diam ,sungai yang mengalir
kau pingsankan di dekat jendela
ranjang bisu menatap tubuh kita
yang berlari sekencang kereta stasiun
memburu karcis menuju kota
dengan nama palsu yang lahir dari
kelamin kita
dinding tubuhmu.adinda
kitabkitab sungsang melesung
memporandakan khayal sepi yang
berihktiar di bilik bulu betisku
di kamar ,tempat gambar angin
dan segelas air mata menyeduh
luka mani biru
2012
Iftitah tanah kombang
tanah yang kusebut sebagai nenek moyang
subur menyanyikan lagu deras semi hujan
laut yang ku kawinkan dengan galadak pajangan
mendebur menyebut asma arus ke telaga bebatu
menyimpan berhala ikan dan lokan
yang setiap hari bercumbu dengan bibir anak pantai
; kutanak di atas tomang
bersama gerendang doa anugerah.
dipulung dari wajah keringat nelayan
berbantal angin .berselimut gelombang
; tasrif garam
di embanan air mata
bila malam tiba
anakanak mengeja al-qur'an
di anjungan surau
suara mereka adalah cahaya
yang sedang bertemu dengan tuhannya
'' Iqro' bismirobbikalladi kholaq
kholaqol insana min alaq "'
rindu terasa datang menjemput tubuh
saat teringat salerek yang sedang di ajum
lalu turun di timang ke laut,beramai
menukar senyum membagi pahala
sebagai perihal tanah semesta leluhur
rumahrumah berbaris jelmaan laut
pada subuh seorang anak menulis
surat untuk tuhannya-
agar sang ayah menjadi nabi di laut
serta pulang sebagai ayah berpeluh nikmat
bertawasul menunda silam masa
lihatlah tasik yang sepanjang langit bumi
tak terbatas merapal palung jiwa
tentang darahku yang menetes dari
rahim ibu ,mendepa ke dermaga
tempat pajangan mengejar angin barat
-angin timur
menyapa riak di jendela samudera biru
menggarmanggar seperti layangan di onjuk
di tanam batu laut-ujung tepian
akhir seluruh hilir
aku bernyanyi di dasar kenangan
iftitah tanah kombang adalah yang kusebut
sebagai nenek moyang tanpa air mata
kombang ,tugasan 2008
Nyanyian dari kampung muara gembong
Disini kami lahir dari mata laut
bukan hanya menabung lelah
namun tempat melagukan luka
yang terus di asah
dengan parang tubuh ini
kami tukar urat dan darah
demi sekeping sepiring nasi
anakanak kami menangis
ketakutan ,ketika
hantu abrasi dan rob ingin menimang
gubuk itu sebgai tempat dimana kami berkumpul
dan bernyanyi tentang dunia
tapi kami tak gentar
karena dari rahim ini terlahir
doa menjemput senja
di kepala terukir beribu tambak udang
setiap hari keringat di uraikan
melawan terik menahan hambar haus
meleleh ke cekung urat nadi
yang semakin tinggal kentut belulang ini
kampung ini ,sudah
menjadi legenda ,jalanjalan
seperti kuburan_
kami mengaji nasib
saat malam menjelang berkedip
terkadang akan lebih rela
jika mata ini tak cepat nyenyak
memanggang ,karena jiwa ini
dilayangkan ketakutan
robrob yang mengadakan perkawinan dengan pesisir
tak banyak air mata yang isa
di tumpahkan .
atau sekedar permohonan
kepada yang diskusi disana.
karena kami lebih tahu
lebih baik diam daripada menjual malu
atau menjadi bahan tawa mereka
yang sedang sibuk
mendandani kelaminnya yang uang
sering kami pulang dari laut
tanpa membaw seranjang kabut
yang bisa di hadiahkan kepada
istri dan anak__
meraka sudah terlalu banyak
menanam sungging senyum
karena di hatinya
selamat kami adalah hadiah
terindah yang paling ditunggu
di doa yang tertancap di atas sajadah
kampung kami kini sudah
menjadi sampah ,
ya ,sampah yang terhunus
dari tangantangan dusta
tangantanagn dajal murka
membuat kami sekan
mati pelanpelan tanpa suara
ini tanah kampung kami ,
laut kami .sangkolannya
nenek moyang dulu masa kala
anakanak kami adalah masa depan
penerus citacita mengarungi samudera
yang belum sempat kami singgahi
pesanpesan leluhur kami ajarkan
kepadanya ,agar kelak menjadi
pelaut yang tak gentar melawan badai
disini kami lahir dari mata laut
walau derita terus beranak
dalam deraiderai tangisan jiwa
kami akan selalu menanak doa menanam harapan
agar esok kami melihat mentari berpalung di ujung
pesisir dan atap rumah kami
entah sampai kapan ini menjadi hantu dan luka
ataukah catatan bunting yang memang
harus kami telan dalamdalam
sampai tutup ini usia
sampai kami tahu tuhanlah tempat berpulang
dan mengadu
2012 ,kampung muara gembong 2010
kupanggil namamu dengan
peluhpeluh yang bertunas
dari keningmu ,Alia
sebab
akulah jangkrik di perbatasan
tanah ,saat kau sebut aku
sebagai ramayana mencari dewi angin
malam yang intan ,
rembulan ihtilami kelaminku
terasa denyutnya sampai deras sungai
mengalir melahapi sisa khuldi dadamu ,
menggelar perkawinan bibir kita
tumpah di lebuni air mata
kupungut kau ,Alia
tubuhmu berpunuk dari jiwa
terpaksa ku ampar depan teras rumah
saat hujan datang melata tanpa deru
dan dingin berbisa
kupanggil namamu ,Alia
dengan cerukceruk cahaya
saat mati rasaku mengulas sedekah
gelombang ke dermaga kapal_
kau layarkan.
kau bisukan.
semua sembahyangku di pahamu
sampai lelah terpaksa kusimpan
di lemari es dan sandal jepit
yang bertengger depan pintu_
depan pintu-alastu-hiftu-belenggu
suratsurat darimu ku tunu
dalam televisi dan meja ruang tamu
aku menunggu senja
bukan karena kau masih menangis
tapi aku tahu kaulah perempuan
dalam sarungku semalam ,
memilin peju biru dan sebaris
puisi di belakang telingaku
Alia ,kupanggil namamu
sebagai arwah ulang tahun matahari
yang memanggang akar tubuhku ke tubuhmu
jika sampai waktunya
aku ingin kau melahirkan anakanakku
di perbatasan sunyi bulan januari
bekasi ,2012
Di kamar ,tempat gambar angin
dan segelas air mata menyeduh luka mani biru
Dinding matamu .adinda
melupa tentang iftitah usang
di lipatan terakhir lalu masa angin
kau tumpahkan warna bintang
saat putaran dingin malam
mencampur keringat kita
di segelas air mata
sambil menyeduh luka mani biru
bulu alismu.adinda
tempat gambar angin
berlepasan mengukur derai rindu
di waktu lekat tubuhmu ,
lidahku kau potong serupa
wortel dilancip pisau dapur
aku diam ,sungai yang mengalir
kau pingsankan di dekat jendela
ranjang bisu menatap tubuh kita
yang berlari sekencang kereta stasiun
memburu karcis menuju kota
dengan nama palsu yang lahir dari
kelamin kita
dinding tubuhmu.adinda
kitabkitab sungsang melesung
memporandakan khayal sepi yang
berihktiar di bilik bulu betisku
di kamar ,tempat gambar angin
dan segelas air mata menyeduh
luka mani biru
2012
Iftitah tanah kombang
tanah yang kusebut sebagai nenek moyang
subur menyanyikan lagu deras semi hujan
laut yang ku kawinkan dengan galadak pajangan
mendebur menyebut asma arus ke telaga bebatu
menyimpan berhala ikan dan lokan
yang setiap hari bercumbu dengan bibir anak pantai
; kutanak di atas tomang
bersama gerendang doa anugerah.
dipulung dari wajah keringat nelayan
berbantal angin .berselimut gelombang
; tasrif garam
di embanan air mata
bila malam tiba
anakanak mengeja al-qur'an
di anjungan surau
suara mereka adalah cahaya
yang sedang bertemu dengan tuhannya
'' Iqro' bismirobbikalladi kholaq
kholaqol insana min alaq "'
rindu terasa datang menjemput tubuh
saat teringat salerek yang sedang di ajum
lalu turun di timang ke laut,beramai
menukar senyum membagi pahala
sebagai perihal tanah semesta leluhur
rumahrumah berbaris jelmaan laut
pada subuh seorang anak menulis
surat untuk tuhannya-
agar sang ayah menjadi nabi di laut
serta pulang sebagai ayah berpeluh nikmat
bertawasul menunda silam masa
lihatlah tasik yang sepanjang langit bumi
tak terbatas merapal palung jiwa
tentang darahku yang menetes dari
rahim ibu ,mendepa ke dermaga
tempat pajangan mengejar angin barat
-angin timur
menyapa riak di jendela samudera biru
menggarmanggar seperti layangan di onjuk
di tanam batu laut-ujung tepian
akhir seluruh hilir
aku bernyanyi di dasar kenangan
iftitah tanah kombang adalah yang kusebut
sebagai nenek moyang tanpa air mata
kombang ,tugasan 2008
Nyanyian dari kampung muara gembong
Disini kami lahir dari mata laut
bukan hanya menabung lelah
namun tempat melagukan luka
yang terus di asah
dengan parang tubuh ini
kami tukar urat dan darah
demi sekeping sepiring nasi
anakanak kami menangis
ketakutan ,ketika
hantu abrasi dan rob ingin menimang
gubuk itu sebgai tempat dimana kami berkumpul
dan bernyanyi tentang dunia
tapi kami tak gentar
karena dari rahim ini terlahir
doa menjemput senja
di kepala terukir beribu tambak udang
setiap hari keringat di uraikan
melawan terik menahan hambar haus
meleleh ke cekung urat nadi
yang semakin tinggal kentut belulang ini
kampung ini ,sudah
menjadi legenda ,jalanjalan
seperti kuburan_
kami mengaji nasib
saat malam menjelang berkedip
terkadang akan lebih rela
jika mata ini tak cepat nyenyak
memanggang ,karena jiwa ini
dilayangkan ketakutan
robrob yang mengadakan perkawinan dengan pesisir
tak banyak air mata yang isa
di tumpahkan .
atau sekedar permohonan
kepada yang diskusi disana.
karena kami lebih tahu
lebih baik diam daripada menjual malu
atau menjadi bahan tawa mereka
yang sedang sibuk
mendandani kelaminnya yang uang
sering kami pulang dari laut
tanpa membaw seranjang kabut
yang bisa di hadiahkan kepada
istri dan anak__
meraka sudah terlalu banyak
menanam sungging senyum
karena di hatinya
selamat kami adalah hadiah
terindah yang paling ditunggu
di doa yang tertancap di atas sajadah
kampung kami kini sudah
menjadi sampah ,
ya ,sampah yang terhunus
dari tangantangan dusta
tangantanagn dajal murka
membuat kami sekan
mati pelanpelan tanpa suara
ini tanah kampung kami ,
laut kami .sangkolannya
nenek moyang dulu masa kala
anakanak kami adalah masa depan
penerus citacita mengarungi samudera
yang belum sempat kami singgahi
pesanpesan leluhur kami ajarkan
kepadanya ,agar kelak menjadi
pelaut yang tak gentar melawan badai
disini kami lahir dari mata laut
walau derita terus beranak
dalam deraiderai tangisan jiwa
kami akan selalu menanak doa menanam harapan
agar esok kami melihat mentari berpalung di ujung
pesisir dan atap rumah kami
entah sampai kapan ini menjadi hantu dan luka
ataukah catatan bunting yang memang
harus kami telan dalamdalam
sampai tutup ini usia
sampai kami tahu tuhanlah tempat berpulang
dan mengadu
2012 ,kampung muara gembong 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar